Bukhari, salah satu aktivis muda, menyuarakan keprihatinan mendalam atas proyek ini. Ia menilai bahwa proyek panas bumi tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, melainkan lebih difokuskan untuk mendukung operasional tambang tembaga raksasa di wilayah Hu’u.
"Mereka bilang ini proyek energi bersih, tapi bagi kami ini ancaman. Alam kami akan rusak, sumber air bisa hilang, dan masyarakat hanya akan menjadi penonton di tanah sendiri," ujar Bukhari dengan nada tegas.
Potensi dan Target Proyek
Berdasarkan data resmi, potensi panas bumi di wilayah Hu’u diperkirakan mencapai 61 megawatt (MW). Dari jumlah tersebut, pengembang menargetkan kapasitas awal sekitar 20 MW pada tahun 2025, dengan target operasional penuh pada 2030.
Tujuan utama proyek ini, sebagaimana dijelaskan oleh pihak perusahaan, adalah untuk menyediakan energi penunjang bagi kegiatan tambang tembaga Proyek Hu’u bukan untuk kepentingan umum atau penyediaan listrik bagi masyarakat Dompu.
Hal inilah yang memantik pertanyaan besar di kalangan warga.
"Geothermal untuk siapa? Apakah untuk rakyat atau hanya untuk kepentingan korporasi tambang?"
Ancaman terhadap Ekosistem dan Kehidupan Masyarakat
Wilayah Hu’u dikenal sebagai kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, serta menjadi penyangga utama bagi sistem air dan pertanian masyarakat sekitar. Eksplorasi dan pengeboran panas bumi dikhawatirkan akan mengakibatkan.
Kerusakan tutupan hutan dan hilangnya habitat satwa liar,
Gangguan pada sumber air tanah dan mata air, yang menjadi sumber irigasi dan air bersih masyarakat,
Peningkatan aktivitas seismik lokal akibat pengeboran di bawah permukaan bumi,
Potensi pencemaran dari limbah cair dan gas hasil eksplorasi.
Selain dampak ekologis, masyarakat juga khawatir terhadap dampak sosial-ekonomi. Aktivitas proyek besar seperti ini sering kali menimbulkan konflik lahan, ketimpangan ekonomi, dan marginalisasi masyarakat adat yang sudah lama tinggal dan bergantung pada alam Hu’u.
Kritik terhadap Transparansi dan Partisipasi Publik
Sejumlah pihak juga menyoroti minimnya keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan proyek. Banyak warga mengaku tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi publik atau sosialisasi yang memadai.
Aktivis lingkungan dari Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) menegaskan bahwa proyek ini tidak boleh berjalan tanpa kajian lingkungan strategis (KLHS) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang independen dan transparan.
"Kami tidak menolak energi terbarukan. Tapi kami menolak proyek yang mengatasnamakan energi hijau untuk membenarkan perusakan alam dan eksploitasi tambang," tegas seorang aktivis FMPL.
Seruan untuk Evaluasi dan Penghentian Sementara
Gelombang penolakan terhadap proyek panas bumi Hu’u kini semakin meluas. Warga dan aktivis menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi ulang proyek tersebut dan menghentikan sementara semua kegiatan eksplorasi hingga ada jaminan perlindungan terhadap ekosistem, hak masyarakat adat, dan keberlanjutan lingkungan.
Mereka menyerukan agar proyek panas bumi di Hu’u tidak menjadi simbol baru dari ketimpangan pembangunan, di mana alam dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.
"Jika energi panas bumi ini hanya untuk menyalakan tambang, bukan untuk menerangi rumah-rumah kami, maka kami akan terus bertanya:
GEOTHERMAL UNTUK SIAPA?" (DT - 001).

Posting Komentar
0Komentar