Kecaman Keras Abdul Mared, Penggunaan Hutan Lindung Untuk Limbah Tambang PT STM Dilarang!

Dorobata News
By -
0



Dompu, Dorobatanews net ~ 
Drs. Abdul Mared H. Yusuf, yang juga dikenal sebagai Raja Hu`u atau "Ncuhi Hu`u", menegaskan dengan keras bahwa rencana PT STM untuk mengubah status Hutan Lindung di wilayah Huu, Kabupaten Dompu, NTB, menjadi Hutan Produksi guna tempat pembuangan limbah tambang adalah langkah yang tidak boleh diterima. Dalam pernyataannya yang penuh keprihatinan, Abdul Mared mengungkapkan bahwa penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan, terutama pengolahan limbah tambang, akan merusak fungsi ekologis hutan yang sangat vital bagi keseimbangan alam.


Pengelolaan Limbah dan Kewajiban Perusahaan Tambang


Menurut Abdul Mared, PT STM sebagai pemegang izin usaha pertambangan (IUP) wajib memenuhi semua kewajiban terkait pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu kewajiban utama perusahaan tambang adalah menyiapkan lokasi pengolahan limbah yang memenuhi syarat, serta memastikan limbah yang dihasilkan diolah dengan teknologi yang tepat sebelum dibuang ke lingkungan, agar tidak menimbulkan pencemaran. Abdul Mared menegaskan bahwa pengolahan limbah harus dilaksanakan dengan hati-hati dan sesuai standar yang sudah ditentukan oleh pemerintah.


Ia juga mengingatkan bahwa selain pengolahan limbah, PT STM harus bertanggung jawab terhadap reklamasi lahan yang terdampak oleh aktivitas pertambangan, untuk memastikan kualitas tanah dan ekosistem dapat dipulihkan setelah eksploitasi. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, perusahaan berisiko dikenakan sanksi oleh pemerintah, karena pengelolaan limbah yang salah dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang fatal dan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.


Hutan Lindung Tidak Bisa Dijadikan Tempat Pembuangan Limbah Tambang


Dalam penegasannya, Abdul Mared menyampaikan kecaman yang sangat keras terhadap rencana PT STM yang ingin mengubah status kawasan Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi untuk keperluan pengolahan limbah tambang. Ia dengan tegas menekankan bahwa Hutan Lindung memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, sebagai penyangga kehidupan, pencegah banjir, pengendalian erosi, serta menjaga kesuburan tanah dan mencegah intrusi air laut. Fungsi-fungsi ini tidak dapat diganggu gugat, dan perubahan status kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan terbuka jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan yang diamanatkan oleh undang-undang.


Abdul Mared mengutip Undang-undang Kehutanan yang dengan jelas melarang penggunaan kawasan Hutan Lindung untuk kegiatan pertambangan terbuka. Hanya penambangan bawah tanah yang diizinkan dalam kawasan hutan lindung, dengan syarat bahwa izin harus diberikan oleh Menteri Kehutanan dan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Ia juga mengingatkan bahwa limbah pertambangan, khususnya limbah tailing, seringkali tergolong sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat jika dibuang sembarangan. Oleh karena itu, menjadikan hutan lindung sebagai tempat pembuangan limbah B3 jelas tidak bisa dibenarkan.


Ancaman Lingkungan dan Masyarakat


Kekhawatiran Abdul Mared sangat beralasan. Jika rencana PT STM untuk mengalihkan status Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi dengan areal 5.000 hektar benar-benar terwujud, dampak lingkungan yang ditimbulkan bisa sangat menghancurkan. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib wilayah Huu jika status hutan lindung diubah dan digunakan untuk pembuangan limbah tambang," ungkap Abdul Mared dengan nada penuh kekhawatiran. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat yang sudah mendiami wilayah tersebut selama ratusan tahun akan menghadapi ancaman besar, baik dari pencemaran lingkungan maupun dari limbah berbahaya yang bisa mengancam kesehatan mereka.


Keterlibatan Masyarakat Adat dalam Pengambilan Keputusan


Lebih jauh lagi, Abdul Mared menegaskan bahwa dewan adat Huu sangat keberatan jika ada pihak-pihak eksekutif atau legislatif yang memberikan izin untuk mengubah status hutan lindung menjadi hutan produksi tanpa terlebih dahulu mengadakan dialog atau urun rembuk dengan masyarakat adat. Dalam tradisi masyarakat Bima-Dompu, sangat penting untuk menghormati hak adat dan budaya setempat sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar. "Jika tidak ada dialog atau urun rembuk, kami akan turun ke jalan, siap mengenakan kain kafan untuk memperjuangkan hak kami dan melindungi tanah leluhur kami," tegasnya.


Teguran dan Harapan untuk Pemerintah Pusat


Abdul Mared juga berharap agar pemerintah pusat, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tidak memberi izin untuk perubahan status Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi. Ia memohon agar pemerintah mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan tersebut, baik terhadap lingkungan maupun terhadap masyarakat setempat. "Hutan adalah karunia Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Hutan tidak hanya untuk dimanfaatkan, tetapi harus dipelihara untuk keberlanjutan hidup generasi mendatang," ujar Abdul Mared.


Ia menekankan bahwa keberlanjutan hidup dan perlindungan terhadap alam adalah kewajiban semua pihak, dan tidak bisa dipandang sebelah mata hanya demi kepentingan sesaat. Hutan harus dikelola berdasarkan prinsip akhlak mulia, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Kesimpulan


Drs. Abdul Mared H. Yusuf (Raja Ncuhi Huu) dengan tegas menentang rencana PT STM untuk mengubah status Hutan Lindung di wilayah Huu menjadi Hutan Produksi, apalagi untuk pembuangan limbah tambang. Ia menuntut agar perusahaan tambang berkomunikasi terlebih dahulu dengan masyarakat adat dan memastikan bahwa semua ketentuan hukum dan lingkungan diikuti dengan serius. Hutan Lindung harus tetap dijaga, bukan hanya sebagai sumber daya alam, tetapi sebagai amanah dan warisan bagi generasi mendatang. (DT - 001).


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)